Jumat, 08 Agustus 2008

MENELUSURI JEJAK TRADISI KEILMUWAN ISLAM, MEMBANGUN KESADARAN UMAT MENUJU KEBANGKITAN HAKIKI

Oleh : Achmad Assastra

Biarkan hari-hari berbuat semaunya. Dan buatlah hati ini rela ketika taqdir ini tiba. Jangan gelisah dengan kelamnya malam. Karena peristiwa di dunia ini tidak ada yang abadi.

(Imam Syafe'i)

Berhenti tak ada tempat dijalan ini (Islam), sikap lamban berarti mati, siapa yang bergerak, dialah yang akan maju ke depan dan siapa yang menunggu, sejenak sekalipun, pasti akan tergilas

(DR. Muhammad Iqbal)

Ya Rabb, jika tidak terhalang oleh lautan dan samudra yang terbentang luas luas dihadapanku ini, maka aku akan menerobos seluruh daratan untuk berjuang dihadapanMu

(Uqbah bin Naafi' )

" ……kesatuan tunggal yang tidak ada tandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan merupakan hal yang mempu menjadikan Muhamaad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia "

(Hart D Michael)

A. Sejarah Keunggulan Umat Terdahulu dan Fakta Kualitas Umat Hari ini.

Pada masa kejayaannya, umat Islam telah berada dibawah pemerintahan yang tunduk pada peraturan dan hukum Islam. Pola hidup dan pemikiran mereka berjalan sesuai dengan ajaran dan bimbingan Allah SWT. Perjuangan mereka dalam mengemban risalah dari Allah SWT diarahkan untuk menyebarluaskan ajaran Islam dan menjunjung tinggi kalimat Allah, meskipun untuk itu mereka harus menyingkirkan rintangan fisik dan non fisik.

Dalam lembaran sejarah yang ditulis oleh para ahli sejarah dalam siroh nabawiyah maupun sejarah kekhalifahan, dengan sangat jelas bahwa umat terdahulu telah mencapai puncak kegemilangan dan kejayaan yang luar biasa. Bukan saja hal ini diakui oleh para ilmuwan muslim, melainkan juga oleh para pakar sejarah non muslim. Kekuasaan Islam sejak Nabi Muhammad hingga runtuhnya Daulah Usmaniyah di Turki pada tahun 1924 oleh agen Yahudi Mustafa Kemal Attaturk telah membuktikan hal tersebut.

Saat itu umat Islam dalam sebuah persatuan dan kesatuan dibawah satu kepemimpinan umat sedunia untuk mengemban dakwah keseluruh negeri. Pelopor dakwah Islam di Indonesia yang dilakukan oleh wali songo yang notabene utusan dari Daulah Islamiyah adalah salah satu bukti penyebaran ajaran Islam itu.

Kejayaan umat terdahulu telah menggoreskan kegemilangan dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, ekonomi. Berbagai peninggalan sejarah telah membuktikan hal tersebut. Selama kurang lebih 1000 tahun Islam telah memimpin dunia dengan landasan aqidah yang lurus. Dari sinilah kemudian lahir sebuah tatanan kehidupan yang penuh kemuliaan dan kemajuan. Ideologi Islam telah menjadi sumber kejayaan yang tidak pernah terbantahkan.

Semangat dan kesungguhan juang para pendahulu kita mestinya hari ini mampu menjadi daya ungkit dan pemicu motivasi kita untuk mewarisinya. Keberanian dan kemuliaan nabi Muhammad di medan perang, kesungguhan Imam Syafe'i dalam menggali ilmu, kegagahan Uqbah bin Naafi dalam memimpin pasukan Islam, keluasan ilmu Imam Ali bin Abi Thalib, ketegasan Umar bin Khatab, dan kesungguhan para ulama terdahulu dalam menggali dan mengkaji khasanah keilmuwan Islam tercatat dengan jelas dalam lembaran sejarah.

Pada masa kejayaan Islam inilah lahir para ilmuwan muslim yang telah menjadi inspirasi dan sumber rujukan para ilmuwan barat kini. Di bidang matematika kita mengenal Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika kita mengenal Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi, Al Farisi dan Prof. Dr Abdussalam. Dalam bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti. Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari. Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakaria Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, at Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair.

Kini semua ini telah menjadi kenangan. Seolah semuanya berlalu bagai mimpi, yang tinggal bayang-bayang saja. Umat Islam kini telah merosot kedudukannya, bersamaan dengan kemerosotan itu hilang pula kekuatan moral (akhlak) dan daya pikirnya. Sehingga pada siang hari yang cerahpun mereka melihat yang haq sebagai kebatilan, sedangkan yang batil dianggap sebagai sesuatu yang haq dan benar. Kondisi umat hari ini telah menjadikan kebiasaan menjadi kebenaran dan tak lagi terbiasa dengan kebenaran. Ada sebuah keterputusan mata rantai sejarah sejarah kegemilangan ini.

Kini umat Islam dalam kondisi terjajah dalam semua bidang kehidupan. Dalam bidang politik kini umat Islam tak lagi mampu menjadi pemimpin dunia bersamaan dengan runtuhnya Daulah Islamiyah, dari sinilah umat Islam mulai tercerai berai menjadi berbagai ikatan kebangsaan (nasionalisme), kesukuan dan bahkan kepartaian yang sempit. Para penjajah itu telah membagi-bagi dunia Islam terkeping-keping dan menjadikannya terkotak-kotak. Dengan senjata demokrasi dan HAM ciptaan barat, umat Islam telah kehilangan segala-galanya.

Tidak jarang umat Islam mudah sekali diadu domba dikarenakan tak ada pemimpin umat yang dipatuhi. Ketika umat Islam dibelahan dunia dizalimi dan dibantai, kita bahkan tak bisa berbuat apa-apa. Inilah fakta kondisi umat jika tak ada kepemimpinan. Dalam bidang ekonomi, umat Islam hanyalah menjadi negeri miskin penghutang dan pengemis Negara maju, padahal negeri-negeri Islam memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Kekayaan alam telah dikeruk oleh Negara-negara maju dengan sistem kapitalistiknya. Padahal dalam Al Qur'an kita dilarang untuk minta bantuan kepada kaum zalim penjajah itu. " dan janganlah kamu cenderung (minta bantuan) kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api jahanam. Dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong selain Allah SWT, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan/kemenangan (atas musuh-musuh kalian) (QS. Huud : 113)

Dalam bidang budaya kita telah lama dijajah oleh budaya barat yang permisif dan tidak mengindahkan moral. Budaya Islam tak lagi menjadi panutan oleh sebagian busar umat Islam. Akal pikiran kita telah tunduk kepada peraturan dan hukum barat. Perikehidupan, etika pergaulan, sistem pendidikan, dan tata cara bermuamalah mereka telah menjadi idola, cita-cita serat tujuan hidup sebagian besar umat Islam. Bahkan ada umat Islam yang mengatakan " Islam sudah berakhir dan tidak akan kembali lagi. Bangsa yang besar dan mulia saat ini adalah bangsa yang mengikuti peradaban barat atau mengikuti gaya hidup sekuler dan jejak kaum nasionalis". Bahkan ada juga yang dengan lantang mengatakan " kita harus bermental eropa, kita harus memegang kendali pemerintah dan bekerja seperti mereka. Kita sesuaikan segala teori serta praktek dengan teori dan praktek mereka."

Tentu kondisi ini sangat kita sesalkan , kenapa kita membiarkan alam pikiran kaum kafir menyerbu daerah pertahanan kita dan dengan leluasa memecah belah dan menghancurkan Islam. Tanpa sadar kita ikut merobohkan bangunan kehormatan dan kemuliaan itu. Bahkan lebih jauh dari itu, kita telah turut memporak-porandakan sumber kejayaan dan lambang kekuasaan kita, yaitu pemerintahan Islam yang kokoh dan utuh. Tanpa terasa kini kita telah mengabaikan Islam sebagai ideologi. Kini kita terjebak memaknai Islam hanya sebatas ritual dan seremonial. Padahal kita sadar Islam adalah sistem kehidupan yang akan memberi solusi dan memancarkan kemuliaan dalam kehidupan.

Namun ada fenomena aneh hari ini. Bagaimana tidak, ketika kita kini justru menginginkan agar dunia barat datang lagi untuk melindungi, mengatur, dan mencampuri urusan negeri kita ini. Padahal kita telah tahu bahwa justru merekalah yang menanamkan benih sengketa dan ranjau perpecahan, serta menyulut peperangan diberbagai bumi Islam. Merekalah bidan atas kelahiran Negara Israel dan sutradara atas berbagai peperangan di Irak, Iran, Libanon, dan Negara timur tengah. Dengan demikian ideologi barat sesungguhnya adalah destruktif

Karenanya tidak ada solusi yang paling komprehensif kecuali mengambalikan lagi Islam ideologi yakni Islam sebagai rahmatan lil'alamin, sebagai solusi hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan manusia secara sistemik dan menyeluruh, tidak parsial. Hingga dengan demikian kejayaan itu akan bisa kita kembalikan dan kita wujudkan dalam kehidupan nyata. Kita harus yakin akan janji Allah, bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang akan memimpin dunia menuju kemuliaan dan kabaikan. Dengan demikian agenda umat yang paling utama adalah proses penyadaran.

Dalam bidang keilmuwan diperlukan sebuah langkah-langkah islamisasi ilmu pengetahuan yang menyeluruh. Sebab ilmu pengetahuan yang akan menjadi landasan berfikir kaum muslimin juga sangat menentukan kejayaan itu. Setidaknya ada lima agenda besar dalam islamisasi ilmu pengetahuan ini. Pertama, penguasaan disiplin ilmu modern. Kedua, penguasaan warisan ilmu pengetahuan Islam. Ketiga, menentukan relevansi Islam dengan setiap bidang ilmu pengetahuan modern. Keempat, mencari sintesis kreatif antara warisan ilmu pengetahuan Islam dengan ilmu pengetahuan modern. Kelima, memberikan arah bagi pemikiran Islam ke jalan yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT.

Adapun langkah-langkah penting dalam rangka islamisasi ilmu pengetahuan menurut Al faruqi setidaknya ada 12 langkah. Pertama, menguasai dan ahli dalam disiplin ilmu pengetahuan modern : penguraian kategori, prinsip, metodologi dan tema. Kedua, tinjauan disiplin ilmu pengetahuan baik yang terkait dengan asal-usul, perkembangannya, metodologinya, serta keluasan visinya yang kemudian disepakati identitas, sejarah, tipologi dan obyek yang akan diislamisasikan. Ketiga, mengusai warisan Islam, sebagai titik tolak ontologi dengan cara menerbitkan sebagai rujukan. Keempat, menguasai warisan islam sebagai tahap analisis agar jelas dalam upaya menggali visi islam yang telah digagas oleh para pendahulu menjadi aturan-aturan praktis.

Kelima, penentuan penyesuaian Islam yang khusus terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan. Dengan demikian akan terlihat seberapa besar sumbangan islam terhadap ilmu pengetahuan modern dan perlu dilakukan pelengkapan jika ada yang belum tersentuh. Keenam, penilaian kritis terhadap disiplin ilmu pengetahuan modern, hakekat dan kedudukannya saat ini. Ketujuh, penilaian kritis terhadap warisan intelektual ilmuwan islam dalam perkembangan saat ini. Kedelapan, kajian masalah utama umat islam yang sedang tertidur panjang ini. Sehingga dari seluruh bidang kehidupan (ipoleksosbudhankam) umat Islam terpuruk.

Kesembilan, kajian yang dihadapi umat manusia mengingat Islam adalah rahmatan lil'alamin. Artinya penerapan Islam adalah amanah untuk kebaikan jagat raya seluruhnya. Kesepuluh, analisis kreatif dan sintesis untuk membuat lompatan kreatif pemikiran islam. Suatu metode baru harus dilahirkan oleh islam sebagai antitesis peradaban barat yang destruktif untuk membangun kembali kemuliaan peradaban berdasarkan aqidah islam. Kesebelas, membentuk kembali disiplin ilmu modern dalam kerangkan kerja islam misalnya berupa buku teks pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi. Keduabelas, pendistribusian ilmu yang telah diislamisasi kepada semua kalangang.

Jika demikian diperlukan sebuah kesadaran umat Islam tentang pentingnya penerapan ideologi Islam dan motivasi untuk memperjuangkannya. Islam sebagai sebuah kesatuan sistem harus dibangun dan diwujudkan oleh semua elemen umat islam dengan penuh optimisme. Semua usaha umat ini bukan tanpa tantangan dan rintangan. Jika kita berguru pada sejarah, maka tantangan dan rintangan adalah paket dari sebuah perjuangan menuju kemenangan.

Karenanya kita harus bahu-membahu membangun kesadaran umat akan pentingnya daulah dan kepemimpinan umat, pentingnya persatuan umat Islam, pentingnya kesadaran akan musuh-musuh Islam, dan kesadaran tentang kebobrokan sistem kufur barat bagi kehidupan. Acara yang digagas oleh MUI pada hari ini adalah bagian penting dari proses penyadaran itu. Karenanya hendaknya kita sebagai generasi penerus umat untuk terus memupuk optimisme dalam rangka membangun kualitas diri agar kelak bisa memberikan kontribusi konstruktif bagi kemajuan umat islam di masa mendatang. Jangan sampai kita sebagai generasi muda penerus perjuangan islam masih memelihara warisan penjajah, hingga kita bermental terjajah.

Amien Rais pernah mengatakan bahwa kita ini adalah cucu-cucu dari panglima Polim, Hasanuddin, pangeran Diponegoro dan Mohammad Natsir (pen). Mereka adalah singa-singa bermental baja yang berani menetang dan melawan kaum penjajah. Saat ini kita bermental kerdil, terjajah seperti kelinci. Rakyat telah turun-temurun terjajah, sehingga akan memberikan pengaruh psikologi sebagai orang terjajah yang tidak peka. Tatkala melihat transfer sumberdaya alam ke asing, masyarakat hanya pringas-pringis. Kini kemandirian itu telah hilang. Anehnya masyarakat Indonesia tidak sadar jika dirinya sedang dijajah.

B. Menvisualisasikan Tantangan Masa Depan

Kemampuan menghadapi segala tantangan untuk mengambalikan kejayaan Islam harus diiringi oleh kemampuan menvisualisasikan masa depan. Yovan P Putra seorang Hipnoterapis dari Prima Studi memperedikasi kondisi masa depan dengan rumusan SMI2LE yang merupakan singkatan dari Space Migration, Increase Of Information dan Life Expectation.

Adapun Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos dalam The Learning Revolution mengidentifikasi 16 kecenderungan utama yang akan membentuk dunia di masa datang. Pertama, adanya zaman komunikasi instant. Kedua, dunia tanpa batas ekonomi. Ketiga, empat lompatan menuju ekonomi dunia-tunggal. Keempat, perdagangan dan pembelajaran melalui internet. Kelima, masyarakat layanan baru. Keenam, penyatuan yang besar dengan yang kecil. Ketujuh, adanya era baru kesenangan. Kedelapan, perubahan bentuk kerja. Kesembilan, perempuan sebagai pemimpin. Kesepuluh, penemuan terbaru tentang otak yang mengagumkan. Kesebelas, nasionalisme budaya. Keduabelas, kelas bawah yang semakin besar. Ketigabelas, semakin besarnya jumlah manusia. Keempatbelas, ledakan praktek mandiri. Kelimabelas, perusahaan kooperatif dan keenambelas adanya kemenangan individu.

Karenanya sebagai generasi muda muslim fenomena perkemabangan kekinian tidak akan pernah bisa dibendung. Kita hanya bisa menandingi atau akan terlindas oleh roda perubahan. Perubahan adalah sebuah keniscayaan dan akan terus menggelinding sampai waktu yang tidak bisa ditebak. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita memiliki peran utama dalam perubahan ini atau tidak. Atau bahkan kita hanya menjadi penonton. Apakah umat islam akan menjadi pengandali perubahan peradaban dunia ini atai tidak, itu sangat bergantung kepada kita hari ini. Apakah kita mau merevolusi diri atau berdiam diri sambil bernostalgia dengan masa lalu. Bernostalgia dan berkhayal tidak akan pernah memberikan kontribusi apapun dalam pusaran perubahan dunia ini. Kita harus punya peran.

Untuk itu sebagai generasi muda, kita harus meningkatkan kompetensi dalam rangka menghadapi dan mengendalikan perubahan masa depan. setidaknya ada 10 kompetensi terkait dengan tuntutan dunia global hari ini. Pertama, kompetensi lingkungan, yaitu kemampuan memahami lingkungan internasional, atau minimal kondisi Negara dimana kita tinggal. Kedua, kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang-peluang untuk diberdayakan demi kemajuan diri dan umat. Ketiga, kompetensi strategic, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan strategic didasarkan analisa ke depan dan belakang (backward and forward linkages). Keempat, kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi.

Kelima, kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan yang diarahkan pada peningkatan kualitas diri dan umat. Keenam, kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara professional atau keahlian pada suatu bidang tertentu. Ketujuh, kompetensi social, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan suasana baru dalam setiap perubahan. Kedelapan, kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar, yang sangat dibutuhkan agar mampu membangun konsepsi demi tegaknya sebuah peradaban. Kesembilan, kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimilikinya, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan tehnlogi, atau keunggulan dalam bidang yang lain. Kesepuluh, kompetensi perilaku, yaitu kemampuan untuk bersikap baik dalam setiap ksesuai dengan ajaran islam.

Kompetensi ini menjadi sangat penting sebab sistem yang baik tapi jika tidak diiringi dengan kualitas yang baik pula, maka akan menjadi kesia-siaan. Kehebatan sistem normatif yang tertulis dalam al Qur'an ditunjang dengan kulitas SDM Rasulullah telah melahirkan sinergitas yang maha dahsyat. Begitulah idealnya. Islam telah sempurna dan final. Namun SDM Umat Islam sebagai pengusung yang belum berkualitas. Untuk itu kitalah orang-orang yang bertanggungjawab menegakkan kembali peradaban yang telah tumbang ini. Kitalah yang bertugas mengibarkan kembali panji-panji Islam. Kitalah yang harus kembali untuk memimpin dunia dengan ideologi islam.

Jika benar prediksi badan inteligen Amerika serikat bahwa pada tahun 2013 atau 2020 dunia akan kembali dikuasai oleh Islam dengan syariah yang menyatukan semua negeri-negeri muslim. Prediksi ini bukan tanpa alasan, sebab aura kebangkitan umat kini mulai terasa. Persatuan umat Islam mulai digalakkan dan disuarakan. Bergabungnya seluruh ormas islam dalam wadah FUI menjadi salah satu indikasi positif ini. Prediksi itu akan menjadi kenyataan tergantung kepada umat Islam sendiri. Sebab Allah tidak akan pernah mengubah suatu kaum jika kaum itu tidak mau mengubah dirinya. Percepatan kesadaran untuk bergerak dan berjuang akan mempercepat pula perubahan menuju lebih baik.

Umat Islam dilarang putus asa dalam menggapai cita-cita dan perjuangan. ( QS Yusuf : 87). Bahkan aqidah islam mengajarkan kepada kita bahwa kelompok kecil dapat mengalahkan kelompok besar jika dikehendaki oleh Allah (QS. Al Baqarah : 249). Fakta sejarah membuktikan bahwa bangsa yang sedikit dapat mengalahkan yang besar. Pada perang Badar, umat islam yang hanya 313 dapat mengalahkan pasukan Quraisy yang berjumalh sekitar 900 sanpai 1000 orang. Vietnam pada tahun 1975 akhirnya dapat mengusir AS yang adidaya. Afganistan pada tahun 1980 berhasil mengusir si raksasa Uni Soviet. Terkhir tentara Hizbullah di Libanon akhir 2006 berhasil mengalahkan Israel yang didukung AS.

Sikap optimisme yang berlandaskan aqidah Islam inilah yang harus kita miliki. Kita perlu berguru pada salah satu sahabat nabi Abdullah bin Rawahah ra menjelang perang Mut'ah (8 H/629 M). saat itu pasukan Islam yang hanya 3000 orang harus berhadapan dengan 200.000 orang pasukan Romawi. Namun Abdullah bin Rawahah tidak gentar bahkan malah berucap," wahai semua orang, demi Allah, apa yang tidak kalian sukai dalam bepergian ini sebenarnya justru merupakan suatu yang kita cari, yaitu mati syahid. Kita tidak berperang melawan manusia karena jumlah, kekuatan, dan banyaknya personil. Kita tidak memerangi mereka melainkan karena agama ini yang dengannya Allah memuliakan kita. Karena itu, berangkatlah kalian, karena disana hanya ada satu dari dua kebaikan : kemenangan (hidup mulia) atau mati syahid".

Itulah sosok kepribadian Islam sejati hasil binaan Rasulullah SAW. Beliau mengajarkan sikap optimisme yang tak kenal batas melalui sabdanya, " Jika hari kiamat datang, sementara di tangan salah seorang kalian masih terdapat pohon korma yang masih kecil, dan dia sanggup menanamnya sebelum kiamat terjadi, maka tanamlah" (HR. Ahmad).

Sikap optimisme ini harus ditanamkan, dipupuk, dan disuburkan sekarang pada generasi muda, dengan penuh kehati-hatian, agar menghasilkan buah yang matang dan lezat pada saatnya nanti. Jika tidak, bukan buah yang matang dan lezat yang akan kita petik, melainkan buah masam yang bahkan beracun dan mematikan, yakni sikap putus asa dan hin ayang hanya mengajak kita pada sikap tunduk dan pasrah sebelum berjuang dan melawan musuh.

C. Menyadari dan Mengoptimalkan Potensi Diri

Manusia pada hakekatnya memiliki potensi yang khas yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah yang lain. Potensi itu pula yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang istimewa. Keistimewaan menusia berupa potensi khas yang diberikan Allah berupa akal. Sebab pada hakekatnya jika manusia tidak diberikan akal, maka manusia sama dengan hewan.

Jika yang dimaksud adalah potensi kehidupan, maka potensi kehidupan manusia adalah sama dengan hewan. Sebab yang dimaksud dengan potensi kehidupan disini adalah cirri khas yang diberikan oleh sang pencipta yang membolehkan tiap makhluk untuk hidup. Potensi kehidupan itu terbagi menjadi dua. Pertama, keperluan jasmani (al Hajah al 'udhuwiyah) dan kedua, naluri (al Gharizah). Gharizah sendiri terdiri dari tiga, yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah al baqa) , naluri seksual (gharizah an nau') dan naluri beragama (gharizah tadayyun).

Sedangkan akal (pikiran) bagi kehidupan manusia, tidak termasuk dalam potensi kehidupan. Sebab manusia masih bisa hidup walaupun akalnya hilang. Seperti orang gila, atau anak kecil yang akalnya belum sempurna. Namun akal tetap merupakan potensi manusia, yang justru merupakan potensi terpenting baginya. Sebab akal itulah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain.

Dengan akal inlah maka lahir sebuah perubahan dan dinamika kehidupan, sedangkan kehidupan hewan tidak akan pernah mengalami perubahan dari dulu hingga nanti. Namun demikian jika akal ini tidak dipergunakan, maka bisa jadi manusia akan lebih rendah disbanding binatang. Allah berfirman, " Kami telah menjadikan untuk isi neraka jahannam, kebanyakan dari manusia dan jin. Mereka mampunyai hati, namun tidak digunakan untuk berfikir. Mereka mempunyai mata, namun tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga, namun tidak digunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih hina lagi". (QS. Al A'raf : 179).

Sekalipun secara empirik dan normatif dalam pandangan islam sudah jelas, bahwa manusia mempunyai akal, namun banyak manusia yang tidak mengetahui tentang esensi akal. Mereka tidak mengetahui batasan akal dan pikiran. Sehingga lahirlah ilmu kalam dan filsafat yang sangat membahayakan aqidah islam, sebab keduanya tidak pernah membatasi aktivitas akal. Akal sesungguhnya hanya bisa memikirkan hal-hal yang bersifat Inderawi. Sebab fakta akal adalah adanya informasi sebelumnya terhadap fakta yang ditangkap melalui indera dan masuk ke dalam otak untuk diolah dan dihasilkan sebuah nilai yang kemudian disebut dengan pemikiran.

Sekalipun otak manusia memiliki potensi yang luar biasa, namun benda yang ada dalam tempurung kelapa itu tidak akan pernah sampai pada pemikiran yang bersifat Ghaib. Hal-hal yang bersifat ghaib hanya bisa diimani. Inilah batasan dalam Islam. Karenanya kelahiran filsafat menjadi factor kemunduran pemikiran dalam islam.

Otak manusia yang merupakan potensi yang luar biasa ini dikelilingi oleh tiga selaput yang dihubungkan oleh syaraf-syaraf yang tidak terhitung jumlahnya. Gordon Dryden menggambarkan bahwa otak manusia memiliki satu triliun sel otak. Termasuk didalamnya 100 milyar sel saraf aktif atau neuron dan 900 milyar sel lain yang merekatkan, memelihara dan menyelubungi sel-sel aktif. Setiap satu dari 100 milyar neuron tersebut tumbuh bercabang hingga sebanyak 20.000 dan setiap neuron memiliki potensi lebih dari pada satu komputeer. Luar biasa bukan. Dalam otak itulah terbagi menjadi otak naluriah, otak penyeimbang, otak emosional dan otak kortek yang mengagumkan. Jika demikian otak kita memiliki potensi jutaan triliun computer yang ada sekarang ini. Sebab sehebat apapun computer tidak akan pernah mampu mengalahkan manusia, sebab computer dibuat oleh manusia. Sebagai contoh, komputer yang paling canggihpun jika telah dimatiin tidak akan bisa beroperasi lagi, sekalipun oleh seorang anak kecil.

Lima kemampuan manusia yang dihasilkan oleh kortek otak adalah kemampuan untuk berdiri tegak, kemampuan untuk mengatupkan jempol dan telunjuk, kemampuan untuk berbicara dan menulis, kemampuan untuk memahami pembicaraan dan kemampuan untuk membaca. Jika salah satu saja kortek rusak, maka kita bisa kehilangan salah satu kemampuan tersebut.

Dari otak ini pulalah disparitas kecerdasan tumbuh berkembang tiada batas. Professor Howard Gardner baru menemukan delapan kecerdasan manusia yang biasa disebut dengan istilah multiple intelligences. Kedepalan itu adalah kecerdasan fisik, lingistik, matematis logis, visual spasial, musical, naturalis, interpersonal dan intrapersonal. Bahkan potensi otak ini digambarkan oleh Toni Buzan penemu mind map bahwa jika computer tercanggih di dunia ini diwakili oleh ukuran rumah bertingkat dua, maka potensi otak bahkan lebih dari gedung pencakar langit seratus tingkat sekalipun.

Jika demikian siapapun kita, tidaklah pantas untuk berputus asa terhadap karunia Allah ini. Saatnya kita menyadari potensi yang Allah berikan dalam tubuh dan diri kita, dan saatnya kita mengoptimalkan untuk menggali ulang peradaban yang telah hilang dan mengambalikan lagi kejayaan islam sebagai rasa syukur kita atas semua nikmat potensi yang diberikan Allah kepada kita.

D. Urgensi dan Peran Pemuda Islam

Membicarakan masalah pemuda dan potensi yang dimilikinya tidak akan pernag habis. Pemuda selalu memiliki sisi menarik untuk dikaji dan digali. Dalam perspektif Islam, pemuda menenpati posisi tersendiri yang sangat penting. Sebab dari para tangan pemuda inilah berbagai prestasi dan kemenangan diraih.

Dari dulu pemuda memegang pernan yang sangat penting dalam setiap moment perjuangan danpencapaian sebuah cita-cita. Revolusi Perancis yang menumbangkan kekuatan monarki digerakkan oleh para pemuda. Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Jepang dan Belanda juga digerakkan oleh para pemuda. Dalam setiap pertempuran kaum muslimin yang senantiasa berdiri tegak di barisan paling depan depan adalah para pemuda. Penggerak laju reformasi dan penumbangan rezim orde baru adalah para mahasiswa yang notabene adalah para pemuda. Para Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan agama terpilih dari kalangan pemuda.

Karenanya Rasulullah secara serius membina dan menyiapkan generasi muda di Darul Arqam. Diantara para pemuda yang dibina oleh Rasulullah adalah Ali dan Zubair yang berusia 8 tahun, Thalhah 11 tahun, Al Arqam 12 tahun, Abdullah bin Mas'ud 14 tahun, Sa'ad bin Abi Waqas 17 tahun dan yang lainnya.

Kenapa Rasulullah melakukan pengkaderan kepada para pemuda. Sebab beliau sadar betul bahwa pemuda adalah pilar kebangkitan. Setiap kebangkitan pemuda adalah rahasia kekuatannya. Pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Pemuda beriman adalah penopang utama kebangkitan. Sesungguhnya kekuatan pertama adalah iman dan buah dari iman adalah persatuan sedangkan konsekuensi dari persatuan adalah kemenangan.

Para pemuda pewaris perjuangan dan kebangkitan umat adalah mereka yang tak pernah lupa hakekat hidup yang hanya sekali. Dia tak pernah ragu memilih keabadiandisisinya dan terus menggaungkan suara kebenaran yang diyakininya. Sebab umat islam dilahirkan menjadi umat terbaik. Untuk itu para pemuda pewaris perjuangan harus menggoreskan sejarah dan peradaban yang terbaik pula. Jangan pernah menjadi golongan pengecut yang keluar rumah dengan perasaan takut untuk bercita-citadan berjuang yang membuat langkah menjadi berat sehingga masa depan menjadi suram. Pemuda pengecut adalah sosok berjalan tanpa ruh. Mereka mati sebelum dikubur. Mereka seperti mayat hidup.

Disisnilah pentingnya kaderisasi. Sebab pemuda hari ini adalah pemimpin hari esuk. Kualitas pemuda esuk tergantung pada pembinaan hari ini. Ada pepatah yang mengatakan bahwa jika ingin hidup tahun depan, maka tanamlah jagung. Jika ingin hidup sepuluh tahun lagi, maka tanamlah kelapa. Tapi jika ingin hidup seribu tahun lagi, maka didiklah generasi mudanya. Bagi para pemuda untuk mencapai cita-cita memang tidak mudah. Sebab pemuda adalah sosok penuh gejolak, baik fisik maupun psikologinya selalu diwarnai oleh petualangan. Proses mereka menuju kedewasaan, penuh onak duri, kelokan, mendaki dan menurun, hingga harus melewati ambang keselamatan dirinya dan bahkan harus terjerembab dalam jurang yang gelap. Masa muda adalah masa kuat diantara dua masa lemah yakni bayi dan tua renta ( QS. Arrum : 54)

Setidaknya ada tiga peran pemuda yang harus mereka ambil dalam menghidupkan kembali peradaban islam. Pertama, sebagai generasi penerus. Para pemudalah yang akan meneruskan perjuangan islam yang telah dirintis oleh para generasi pendahulu. Para pemuda harus mampu meneruskan kehidupan Islam. Kedua, sebagai generasi pengganti. Allah akan menggantikan suatu kaum yang telah rusak dengan generasi pilihan (QS. Al Maidah : 54). Untuk itu perlu adanya pembinaan yang berkualitas agar melahirkan para generasi pilihan tersebut. Ketiga, sebagai generasi pembaharu (reformer). Para pemuda harus menjadi agent of change. Artinya mereka harus menjadi pelopor perubahan kondisi umat yang telah carut marut ini agar kembali kepada kehidupan islam yang penuh kemuliaan.

Untuk itu setidaknya ada lima catatan yang harus ditempuh oleh para pemuda agar menjadi layak sebagai generasi muslim penerus perjuangan. Pertama, membangun orientasi yang sehat. Orientasi yang sehat itu adalah sebuah penghambaan kepada Allah dalam rangka menggapai ridha Allah semata. Ingat kekalahan umat islam di perang Uhud adalah karena beloknya orientasi perjuangan menjadi oerientasi kebendaan (pragmatisme). Kedua, berwawasan dan senantiasa belajar. Kader islam selalu akan mencatat kehidupannya dalam buku kepribadian sebagai nilai-nilai pelajaran. Ia akan senantiasa menjadi sang pembelajar. Ketiga, selalu mengambil inisiatif amanah dan tugas terhadap umat ini lebih banyak disbanding waktu yang tersedia. Keempat, berpartisipasi terhadap prestasi. Kelima, selalu menjadi terbaik untuk tugas hari ini.

Dua hadist Nabi berikut semoga menjadi bahan renungan untuk para pemuda. " saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati halus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka para pemudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedangkan yang tua menentangnya". Dan " raihlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara. Masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum masa sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, kesempatanmu sebelum kesempitanmu dan hidupmu sebelum matimu".

E. Identifikasi Tantangan Pemikiran

Kini banyak sekali perkembangan pemikiran yang sangat berbahaya, sebab pemikiran-pemikiran menyimpang ini bisa merusak akidah umat Islam. Penyimpangan pemikiran ini ada yang dikemas dengan aliran keagamaan, kenabian palsu dan organisasi. Munculnya Ahmadiyah, Musadek dan JIL adalah beberapa contohnya. Mereka mencoba mengusung pemikiran yang tidak sesuai dengan pemikiran Islam. Sebab landasan mereka hanya akal dan nafsu, bukan Al Qur'an dan Hadist.

Berbagai pemikiran yang menyimpang dan bisa membahayakan aqidah umat islam adalah. Pertama, liberalisme, adalah pemikiran yang mencoba memahami nash-nash agama (Al Qur'an dan Assunah) dengan menggunakan akal pikiran an sich yang serba bebas dan hanya menerima doktrin-doktri agama yang bisa diterima dengan akal. Kedua, pluralisme agama, yaitu pemahaman yang mengajarkan bahwa semua agama adalah samadan karenanya kebbenaran setiap agama adalah relative, oleh sebab itusetiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme ini juga beranggapan bahwa semua pemeluk agama akan memasuki syurga.

Ketiga, sekulerisme, yaitu pemahaman yang memisahkan urusan dunia dari agama. Agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan tuhan, sedangkan hubungan antar manusia hanya diatur berdasarkan kesepakatan sosial. Keempat, demokrasi, yaitu sebuah pemahaman bahwa manusia adalah pemegang otoritas dalam membuat peraturan berdasarkan kesepakan suara terbanyak, bukan berdasarkan kebenaran Ilahi. Kelima, pragmatisme, yaitu melakukan segala aktifitas berdasarkan tujuan kebendaan semata (materialisme). Keenam, komunisme, yaitu pemahaman yang mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah materi dan akan kembali kepada materi dan meniadakan tuhan.

Ketujuh, hedonisme, adalah gaya hidup yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesenangan sesaat tanpa dilandaskan oleh moral agama. Kedepalan, permisivisme, adalah hidup serba boleh tanpa batas. Kesembilan, HAM Sekuler, adalah pemahaman untuk melegalkan kebebasan berekspresi, beragama, kepemilikan dan dijadikan alat penjajahan Barat kepada umat Islam. Berbagai pelecehan terhadap Islam berangkat dari pemikiran ini. Kesepuluh, gender, adalah pemahaman tentang kontruksi sosial dan kesetaraan jenis kelamin ala barat yang bertentangan dengan aturan Islam. Kesebelas, kapitalisme, adalah sistem ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan pemilik modal yang menyebabkan kemiskinan masyarakat. Keduabelas, individualisme, yaitu pemahaman hidup yang narsis dan tak peduli dengan nasib orang lain. Ketigabelas, westernisasi, adalah proses pembaratan budaya suatu bangsa. Keempatbelas, nasionalisme, yaitu suatu keadaan pada individu dimana ia merasa bahwa pengabdian paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah air.

Diantara tokoh-tokoh sekuler dan liberal di Indonesia di dominasi oleh alumnus-alumnus Amerika. Diantaranya adalah Syafe'i Anwar, Nurcholish Madjid, Ulil Abshor Abdalla, Musdah Mulia, Sumanto Al Qurtubi, dll.

F. Karakter Generasi Pembelajar.

Mengingat banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh para pemuda maupun umat Islam secara umum, tidak bisa ditawar lagi bahwa kita harus menyiapkan diri menjadi generasi unggul. Generasi unggul adalah generasi yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya. Inilah yang kemudian disebut generasi pembelajar.

Generasi pembelajar adalah generasi yang salalu punya visi diri yang kuat, memiliki motivasi tinggi, memiliki aksi nyata dan memiliki strategi yang jitu. Jika kita punya motivasi dan visi tapi tidak memiliki aksi, berarti kita melamun. Jika kita punya visi dan aksi tapi tidak memiliki motivasi, maka kita akan serba tanggung. Jika kita punya motivasi dan aksi, tetapi tidak punya visi, maka kita akan sampai pada tempat yang salah. Sedangkan strategi akan membantu ketiganya agar lebih efektif dan efisien.

Generasi pembelajar adalah generasi yang selalu membesarkan dirinya dan melayakkan dirinya agar siap bertanding. Dia akan selalu mencari lingkungan yang mampu membesarkan dirinya. Dia akan menghindari lingkungan yang mengkerdilkan dirinya. Jikapun dia terjebak dalam kubangan lingkungan yang tidak kondusif, maka dia akan berusaha menjadi pelopor perubahan. Generasi pembelajar akan selalu melakukan apa yang bisa dilakukan orang lain. Dia juga akan selalu berusaha melakukan apa yang tidak bisa dilakukan orang lain dan bahkan yang tidak mungkin dilakukan orang lain.

Generasi pembelajar adalah orang yang selalu menghilangkan sindrom diri. Sindrom diri biasanya berupa penyakit alasan (exsocitis) berupa alasan intelektual, umur, jenis kelamin, dan kesehatan. Seorang pembelajar akan selalu keluar dari kebekuan dan belenggu diri yang sebenarnya hanya halusinasi. Seorang generasi pembelajar akan selalu berguru pada sukses orang-orang besar. Seorang pembelajar sejati akan selalu melakukan improvisasi diri secara terus menerus.

Pembelajar sejati akan selalu membangun mentalitas pejuang untuk maju dan berkarya. Mentalitas pejuang setidaknya memiliki sembilan ciri. Pertama, selalu berorientasi pada ridha Allah. Kedua, memiliki jiwa kemandirian. Ketiga, berakhlak dan mengutamakan jamaah. Keempat, komitmen tinggi terhadap nilai Islam. Kelima, semangat tinggi dan tahan uji. Keenam, berwawasan luas dan dinamis (proaktiof). Ketujuh, berfikiran bebas dan tidak terpasung. Kedelapan, berjiwa optimis dan tidak pernah mengeluh. Kesembilan, memiliki kompetensi dan keahlian.

Pembelajar sejati selalu berfikir untuk tidak jadi orang rata-rata. Dia selalu ingin menjadi yang terbaik. Dia selalu berfikir besar (berbicara tentang kualitas dan solusi, memandang masa depan penuh harapan, kreatif, memiliki cita-cita, penuh gagasan besar dan progresif, dan selalu membesarkan orang lain). Seorang pembelajar selalu membiasakan melakukan yang benar bukan membenarkan kebiasaan.

G. Ketika Badai Kesulitan Menghadang.

Dalam sebuah perjalanan perjuangan meraih cita-cita tidak akan pernah luput dari kesulitan dan masalah. Keduanya adalah paket dalam perjuangan. Mengapa dalam hidup harus ada kesulitan. Agar kemudahan memiliki nilai dan makna. Mengapa perjuangan harus menghadapi kesulitan. Agar kemudahan dan solusi menantang untuk dicari dan digali.

Kesulitan adalah warna dari kehidupan. Ketika ada siang maka harus ada malam, ada sedih ada tawa, dan ada kesulitan ada kemudahan, maka dengan begitu hidup akan lebih menggairahkan dan tidak membosankan. Karena kesulitan adalah sebuah kepastian, maka mesti ada sikap positif untuk menghadapinya.

Ada lima hikmah dan makna dibalik setiap kesulitan yang kita hadapi. Kesulitan sebagai penebus dosa. Sabda Rasulullah, " tidaklah seorang beriman ditimpa kesedihan, nestapa, bencana, derita, penyakit, hingga duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah dengannya akan mengampuni kesalahan-kesalahannya". Kesulitan sebagai penyaring mutu. Bukankah untuk menjadi emas dan baja harus ada proses pembakaran dan peleburan. Bukankah untuk menjadi keramik harus ada proses pembakaran. Bukankah untuk menjadi pisau harus ada proses penempaan. Bukankah untuk menjadi mutiara, seekor kerang harus menahan sakit yang luar biasa. Bukankah untuk naik kelas harus ada proses ujian. Begitulah yang dialami para nabi dan Rasul untuk menjadi hamba terbaik dimata Allah. Allah berfirman, " apakah manusia menyangka akan dibiarkan berkata kami beriman, padahal mereka belum diuji. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelummu" (QS. Al Ankabut : 2).

Kesulitan sebagai siklus kehidupan. Nabi Ayyub melihat penyakit yang dideranya dari sudut pandang siklus kehidupan, bahwa hidup mesti ada sakit dan ada sehat, padahal sering kali kesehatan kita lebih panjang dari sakit kita. Hal itu pula yang memunculkan sikap sabar dalam diri nabi Ayyub. Kesulitan sebagai isyarat akan datangnya kemenangan. Hidup adalah perjuangan. Dan kesulitan adalah bagian dari perjuangan itu. Kesulitan yang dihadapi Rasulullah dalam peperangan adalah tiket untuk mendapatkan kemenangan. Kesulitan itu berupa kepayahan dan pengorbanan. Teruslah berjuang, sebab istirahat kita hanya di syurga. Kesulitan adalah harga syurga. Syurga itu mahal dan tidak mudah untuk diraih. Cobaan akan terus bergulir untuk mendapatkan hamba-hamba yang beriman dan bersih. Sebab syurga tidak mungkin dimasuki oleh orang-orang yang kotor. Syurga akan dilingkupi oleh kesulitan dan cobaan. Firman Allah," apakah kalian mengira akan masuk syurga padahal kalian belum merasakan apa yang dirasakan orang-orang sebelum kalian. Dulu mereka ditimpa kemiskinan, peperangan dan goncangan. Hingga Rasul dan orang-orang yang bersamanya berkata ' kapankah pertolongan Allah akan datang'. Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu dekat".

H. Saatnya Berubah dan Bangkit

Apa sesungguhnya yang disebut bangkit dan kebangkitan itu. Bagaimana pula perspektif Islam memandang kebangkitan. Apakah umat Islam hari ini telah bangkit. Apakah setiap perubahan identik dengan kebangkitan. Mari kita telaah.

Kebangkitan adalah istilah baru yang digunakan untuk mengungkapkan suatu fakta tertentu, yaitu kepindahan suatu umat, bangsa atau seorang individu dari suatu keadaan menuju keadaan lain yang lebih baik. Jika demikian perubahan adalah salah satu syarat akan adanya kebangkitan suatu kaum. Istilah kebangkitan ini belum digunakan pada masa-masa awal kenabian dan kepemimpinan para khalifah. Sebab mereka hidup dalam kondisi kejayaan. Berbeda dengan sekarang. Istilah ini digunakan untuk menggapai kejayaan itu kembali.

Factor kebangkitan suatu kaum bisa kita lihat dari beberapa sudut pandang. Apakah kekayaan SDA bisa membangkitkan subuah bangsa, ternyata tidak, contohnya Indonesia. Apakah kemajuan teknologi, akan membuat sebuah bangsa bangkit, ternyata tidak, jepang contohnya. Jadi dengan demikian apa faktor utama kebangkitan suatu bangsa. Kebangkitan suatu bangsa adalah karena faktor pemikiran dan ideologinya. Amerika dan eropa bangkit dengan ideologi kapitalisnya sehingga mereka bisa memimpin dunia dan mengendalikannya. Cina bangkit dengan ideologi dan pemikiran komunisnya. Kebangkitan zaman Rasulullah juga ditandai oleh tumbangnya ideology jahiliah dan digantikannya dengan ideologi dan pemikiran Islam yang menjadi landasan pengatur segala aspek kehidupan. Ekonomi, pendidikan, SDA, moral hanyalah efek dari kebangkitan pemikiran itu sendiri. Perubahan perilaku seseorang dikarenakan perubahan mindset yang ada dalam dirinya.

Jika demikian perubahan adalah sebuah keharusan untuk membangkitkan kembali umat. Perubahan pemikiran dari isme-isme yang membelenggu umat menjadi berfikir Islam dengan landasan ideologi Islam yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Kebangkitan dalam perspektif Islam dengan demikian adalah perubahan pemikiran umat Islam untuk menjadikan ideologi Islam sebagai landasan bertindak dan berperilaku serta landasan untuk memecahkan segala aspek permasalahan kehidupan. Itulah sebabnya dalam kebangkitan ini, umat Islam harus meninggalkan isme-isme yang membelenggu dirinya.

Tidak semua perubahan adalah kebangkitan, tapi setiap kebangkitan akan membutuhkan sebuah perubahan. Tidak setiap kebangkitan itu baik dan hakiki. Bahkan banyak kebangkitan yang justru destruktif. Kebangkitan yang berlandasakan ideologi kapitalisme dan komunisme justru bersifat self destructive. Kita bisa melihat fakta kehidupan hari ini.

Kebangkitan hakiki yang benar dan konstruktif adalah kebangkitan yang dilandasi oleh ideologi Islam. Sebab islam kelahiran Islam adalah untuk kebaikan umat manusia diseluruh alam semesta, rahmatan lil'alamin. Islam rahmatanlil'alamin dalah stetemen Allah sendiri sebagai pencipta manusia dan alam semesta.

Kebaikan kehidupan yang dilandaskan oleh kebangkitan Islam hanya akan bisa dirasakan jika telah diterapkan. Jika demikian dapat disimpulkan bahwa tugas besar dan agenda utama umat ini adalah penyadaran umat islam untuk bangkit agar kemuliaan Islam bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia dan bagi para pejuangnya akan merasakan syurga nan abadi. Dakwah ideologis yang berfokus pada revolusi pemikiran adalah salah satu cara diantara cara menuju kebangkitan itu.

Pertanyaannya adalah sudah siapkan kita menjadi generasi muda islam yang siap menjadi pelopor perjuangan kebangkitan di Indonesia. Sebab faktanya di Indonesia belum bangkit. Para penguasa di Indonesia terbukti justru menjadi komprador (agen) asing yang berkuasa untuk kepentingan kelompok dan asing. Mereka tidak pernah memikirkan rakyat sebagai orang yang harusnya dilayani. Mereka telah menjadi pelayan para penjajah kapitalis. Tidak mengherankan jika Indonesia tidak pernah beranjak lebih baik, justru sebaliknya semakin terpuruk. Para penguasa dengan kesombongannya mencoba membanggakan aturan buatan manusia dan mengabaikan hukum dan aturan Allah. Inilah akar permasalahan bangsa ini.

Menjadi pelopor perubahan dan kebangkitan menuju kejayaan Islam, kenapa tidak ?

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, hafidz. Islam Politik dan Spiritual. 1998. Singapura : Lisanul Haq.

Sukarta, Mad Rojda. Catatan untuk Para Pejuang. 2008. Bogor : DM Grafika

Shahih, Hafizd. Falsafah kebangkitan. 2003. Jakarta : Idea Pustaka Utama

Buzan, Tony. Buku pintar Mind Map. 2006. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Lantu, Donald Crestofel. 2006. Knowledge Management. Bandung : SBMITB.

Al Faruqi. 2000. Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Lontar Utama.

Dyrden, Gordon. 2000. Revolusi cara Belajar. Jakarta : Kaifa.

Hadi, Saeful. 2004. Profit Ilmuwan Muslim Perintas. Jakarta : Fikri.

Al Bagdadi, Abdurahman. 1994. Islam Bangkitlah. Jakarta : GIS.

Al Banna, Hasan. Pemuda Militan. Jakarta : Pustaka Mantiq.

Yusanto, Ismail. 1998. Islam Ideologi. Jakarta : Al Izzah

Schwartz, David J. Berfikir dan Berjiwa Besar. 1992. Jakarta : Binarupa Aksara.

Azzaini, Jamil. Kubik Leadership. 2006. Jakarta : Hikmah

Kasali, Rhenald. Change. 2005. Jakarta : Ikrar Mandiriabadi.

Soedarsono, Soemarno. Hasrat Untuk Berubah. 2006. Jakarta : Alek Media Komputindo.

Wijayakusuma, M Karebet. Be The Best, Not Be Asa. 2007. Jakarta : Prestasi.

Maghfur, Muhammad. Koreksi atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam. 2002. Jakarta : al Izzah.

Majalah Al Waie, no 67 tahun Vi 2006, no 66 tahun Vi 2006, dan dokumen hasil Munas Fatwa MUI 2005,

Senin, 28 Juli 2008

CIPTAKAN LINGKUNGAN YANG DAPAT MEMBANGKITKAN ENERGI BELAJAR SISWA

CIPTAKAN LINGKUNGAN YANG DAPAT MEBANGKITKAN ENERGI BELAJAR

PADA ANAK DIDIK*

Oleh: Dr. Nandang Hidayat, M.Pd.**

I. Pendahuluan

A. Rasional

Berbicara tentang pendidikan berarti berbicara tentang upaya mengantarkan anak manusia untuk dapat hidup layak dalam lingkungan masyarakatnya kelak. Tetapi seringkali pendidikan justru menyebabkan manusia terasing dari lingkungannya, karena kurang tepatnya arah dan proses penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan. Seperti halnya terjadi dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dewasa ini. Kurikulum berorientasi pada isi (content) yang selama ini digunakan telah mengarahkan proses pendidikan pada pengembangan kemampuan kognitif yang tidak seimbang dengan pengembangan kemampuan pada aspek lain seperti afektif, psikomotor, dan kreativitas serta terlepas dari lingkungan, sehinga manusia yang dihasilkan tidak mampu hidup layak dan tidak kreatif dalam lingkungan kehidupannya. Selain itu, pendidikan kurang mampu mengembangkan potensi (human capacity) yang dimiliki individu secara optimal, tetapi lebih pada pengembangan manusia sebagai suatu sumberdaya yang harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Melihat kenyataan seperti ini, maka amatlah tepat apabila orientasi pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia mulai saat ini dan ke depan lebih diarahkan pada human capacity development (HCD) secara terintegrasi dengan pengembangan kecakapan hidup (life skills) dan bukan human resources development (HRD).

HCD mengacu pada proses pendidikan yang bermuara pada pengembangan seluruh potensi kecerdasan manusia yang bersifat majemuk (multiple intelligence), serta menggali dan mengembangkan keunggulan tersembunyi (hidden excellent) yang dimilikinya. Proses pendidikan seperti ini bisa berlangsung apabila ditunjang oleh suasana lingkungan belajar yang kondusif: ramah, menyenangkan, fleksibel, gembira, multi-cara, multi-indrawi, manusiawi, mengasuh dengan penuh kasih sayang, mengutamakan aktivitas mental-emosional-fisik, bersifat inklusif/mengutamakan kerja sama, mementingkan tujuan, dan berbasis pada hasil. Kondisi seperti ini mendorong peserta didik belajar tanpa tekanan, sehingga dapat membangkitkan energi belajarnya. Sementara itu, HRD lebih mengutamakan pengembangan potensi intelektual sebagai tekanan utama, sehingga melahirkan lingkungan belajar yang kaku, membosankan, behavioristik, verbal, mengendalikan, mengutamakan isi/materi, berorientasi mental kognitif, dan berbasis pada kebutuhan. Kondisi seperti ini menimbulkan energi belajar melemah sehingga peserta didik tidak mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Kecakapan hidup adalah kecakapan yang di miliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.[1][1] Artinya, kecakapan hidup tidak terbatas pada keterampilan untuk berkerja tetapi lebih luas dari itu adalah kecakapan untuk menghadapi berbagai masalah hidup dan kehidupan sekaligus mampu mencari dan menemukan pemecahanya. Ada lima kecakapan dasar untuk menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yaitu: 1) Kecakapan mengenali diri (Self-awarness), 2) Kecakapan berpikir (Thiking Skills), 3) Kecakapan sosial (Social Skills), 4) Kecakapan akademik (Academic Skills), dan 5) Kecakapan vokasional (Vocational Skills)[2][2]. Kelima kecakapan dasar ini perlu dikembangkan secara terintegrasi dalam keseluruhan proses pendidikan, agar pendidikan mampu mengantarkan peserta didik untuk bisa hidup layak pada kehidupannya kelak.

Berbagai kondisi pada latar institusi pendidikan akan sangat mempengaruhi terhadap upaya dalam membelajarkan peserta didiknya. Kajian dalam tulisan ini akan memfokuskan pada dua masalah pokok yang terkait dengan tugas guru sebagai ujung tombak keberhasilan institusi pendidikan dalam membelajarkan peserta didiknya.

1. Bagaimana penyelenggaraan proses pendidikan dewasa ini?

2. Bagaimana kegiatan pembelajaran seyogyanya dilakukan guru agar dapat membangkitkan energi belajar pada diri siswa sehingga pembelajaran lebih efektif?

B. Penyelenggaraan Proses Pembelajaran Dewasa ini

Bagaimana proses penyelenggaraan pembelajaran di institusi pendidikan kita dewasa ini dibandingkan dengan perkembangan masyarakat pada era global? Jika kita telaah secara seksama, paling tidak ada tujuh hal yang menunjukkan ketidak sesuaian antara proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dengan tuntutan masyarakat global, yaitu :

1. Sekolah masih menyelenggarakan proses pembelajaran yang bersifat umum dan teoritik, sementara pada masyarakat global setiap individu dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah yang bersifat spesifik.

2. Sekolah menuntut setiap siswa untuk mastery matery, sementara di masyarakat setiap individu dituntut untuk sharing jobs and responsibility.

3. Proses pembelajaran di sekolah kurang menuntut siswa untuk menggunakan alat-alat pikirnya (tool-lessthought), sementara di masyarakat dituntut untuk mempu mengunakan peralatan kognitif (cognitive tools) secara optimal.

4. Proses pembelajaran di sekolah lebih mengarah pada pengembangan berpikir simbolik (symbolic thinking), sementara di masyarakat dituntut untuk terlibat secara langsung (direct involved).

5. Di sekolah anak didik cenderung bertindak sebagai penerima informasi yang pasif dan guru bertindak sebagai satu-satunya sumber informasi (dengan segala kekurangan dan kelebihannya), sementara mesyarakat di era global menuntut kemampuan mencari, memilih, dan memilah informasi (information searching).

6. Proses pembelajaran lebih bersifat individual dan kompetitif, sementara pada masyarakat global menuntut kemampuan kooperatif dan kolaboratif.

7. Orientasi tujuan pembelajaran ke arah pengembangan kemampuan kognitif (kecerdasan intelektual) lebih mendominasi dalam proses pembelajaran, sementara masyarakat global menuntut kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, dan kreativitas yang terintegrasi (baca: kompetensi).

Jika proses penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung di institusi-institusi pendidikan tidak dapat menyesuaikan dengan tuntutan yang dibutuhkan di masyarakat, pada akhirnya institusi pendidikan tidak akan mampu mengantarkan para peserta didiknya untuk dapat hidup dalam masyarakat tetapi justru sebaliknya akan menyebabkan mereka terasing dari masyarakatnya. Oleh karena itu, institusi pendidikan harus melakukan perubahan proses penyelenggaraan pendidikan secara terus menerus untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Meminjam kata dari Dryden dan Vos[3][3] secara ekstrim dikatakan bahwa sekolah perlu melakukan revolusi pembelajaran (the learning revolution) agar kita (bukan hanya peserta didik) dapat belajar apapun dengan lebih baik dan lebih cepat dalam masyarakat global yang cenderung cepat berubah dan tak terduga.

1. Bangkitkan Energi Belajar Melalui Belajar Kuantum

A. Pengertian Belajar Kuantum

Sebelum membahas tentang belajar kuantum, pada bagian ini perlu ditekankan kembali pentingnya melakukan revolusi pembelajaran. Jika institusi pendidikan ingin berhasil mengantarkan para peserta didiknya untuk mampu hidup layak dalam kehidupan masyarakatnya kelak, maka tidak ada resep lain kecuali melakukan perubahan dan inovasi dalam kegiatan pembelajaran secara kreatif dan terus-menerus. Bahkan bagi dunia persekolahan kita bukan hanya sekedar perubahan biasa tetapi perlu melakukan revolusi pembelajaran. Revolusi pembelajaran yang dilakukan jangan hanya terkait dengan implementasi KBK, melainkan harus didasarkan pada keinginan mengembalikan fungsi pendidikan sesuai dengan filosofinya, yaitu “mengantarkan anak didik menyosong hidupan yang layak dalam masyarakatnya kelak”. Seperangkat metode pembelajaran dan falsafah belajar yang diduga dapat mengembalikan fungsi pendidikan sebagaimana mestinya adalah belajar kuantum (quantum learning), apabila dirancang dan diimplementasikan secara benar.

Belajar kuantum berakar dari prinsip “suggestology” atau “suggestopedia” yang dikembangkan oleh Geogi Lozanov yang menjelaskan bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif.[4][4] Artinya, hasil belajar yang dicapai oleh anak didik (pembelajar) akan baik apabila lingkungan, proses, dan sumber-sumber belajar memberikan sugesti positif pada dirinya, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, agar terjadi belajar kuantum, ciptakanlah lingkungan belajar terbaik bagi anak didik. Lingkungan belajar yang dapat menimbulkan pikiran dan sikap positif. Lingkungan belajar yang aman dan mendukung bertumbuh dan berkembangnya kepercayaan dan citra diri anak didik. Lingkungan belajar dengan suasana nyaman, indah, cukup penerangan, dan bila perlu disertai alunan musik, dan dudukung oleh proses belajar yang variatif, banyak terobosan, perubahan, permainan yang edukatif, partisipatif, serta sumber-sumber belajar yang dapat memberi pengalaman yang mampu meningkatkan “AMBAK”[5][5] dan menimbulkan getaran emosi (emotional thrill) pada diri anak didik, “AHA”.[6][6]

Lingkungan dan suasana belajar demikian akan mendorong kemunculan sugesti-sugesti positif sehingga menjadi cahaya yang mampu menjadi lokomotif yang dapat membangkitkan energi belajar. Ingatlah rumus yang sangat terkenal dalam fisika kuantum (E = m.c2), energi sama dengan massa kali kuadrat kecepatan cahaya. Pemberian label “belajar kuantum“ sesungguhnya meminjam dari konsep fisika kuantum. Kenyataannya memang benar bahwa tubuh kita secar fisik adalah materi yang memiliki massa dan dilengkapi dengan seperangkat peralatan belajar termasuk otak. Ketika belajar, kita membutuhkan sebanyak mungkin cahaya: kepercayaan diri, minat, motivasi, AMBAK, interaksi, hubungan, kooperasi-kolaborasi, dan inpirasi untuk diubah menjadi energi pembangkit belajar.

Belajar kuantum juga terkait dengan aspek-aspek penting dari neurolinguistic program (NLP), yaitu serangkaian penelitian yang mengkaji tentang bagaimana otak bekerja dalam mengatur informasi.[7][7] Dengan demikian, belajar kuantum menghubungkan dua bidang utama, yaitu hasil-hasil penelitian modern tentang otak yang menakjubkan dengan kekuatan dari kemudahan memperoleh informasi dan pengetahuan. Artinya, untuk membelajarkan anak, kita juga harus belajar bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang sangat brilian dalam diri manusia, hampir tidak terbatas daya atau kemampuannyanya yang terdiri dari milyaran sel dan trilyunan penghubung, yaitu otak. Selain itu, kemudahan dalam menggali informasi dalam berbagai bentuk, hampir semua orang berkesempatan untuk memanfaatkannya, dan menghubungkan setiap orang dalam jaringan global melalui jaringan internet yang disebut learning web, harus kita manfaatkan seoptimal mungkin untuk mempercepat revolusi pembelajaran melalui informasi dan inovasi. Selanjutnya, merupakan kewajiban kita sebagai guru untuk mengemasnya dalam bentuk aktivitas pembelajaran untuk membelajarkan anak didik.

Belajar kuantum juga terkait erat dengan konsep “percepatan belajar” (accelerated learning), yaitu yaitu seperangkat metode dan teknik pembelajaran yang memungkinkan anak didik belajar dengan kecepatan yang mengesankan, tetapi melalui upaya yang normal dan penuh keceriaan. Belajar kuantum menyatukan permainan, hiburan, cara berpikir dan bersikap positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional yang terpelihara yang dikemas secara sinergi dalam aktivitas pemebelajaran mendorong terjadinya belajar yang efektif sehingga memungkinkan terjadinya percepatan belajar .

Gambaran ringkas tentang belajar kuantum sebagaimana diutarakan di atas memberi isyarat kepada kita bahwa pembelajaran yang orientasi tujuannya didominasi oleh upaya peningkatan kemampuan kognitif saja, saat ini sudah tidak layak lagi. Hasil penelitian Daniel Goleman memberi bukti yang cukup mengejutkan bahwa aspek kognitif atau intelektual hanya 20% sumbangannya terhadap keberhasilan seseorang dalam hidupnya, selebihnya yaitu 80% ditentukan oleh kecerdasan emosional.[8][8] Artinya kecerdasan emosional dan kecerdasan-kecerdasan lainnya, sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Kenyataan ini mendorong dilakukannya reorientasi tujuan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran seyogyanya dilaksanakan dengan tujuan yang lebih berdeferensiasi mencakup bukan hanya pada upaya peningkatan kecerdasan intelektual, melainkan juga mencakup kecerdasan emosional dan kecerdasan lainnya, karena manusia memiliki kecerdasan majemuk (multiple intelligence), dan belajar kuantum memungkinkan untuk itu, jika dilaksanakan dengan baik dan terencana.

Pada akhir bagian ini sekali lagi ditekankan bahwa revolusi pembelajaran mutlak perlu dilakukan karena pembelajaran dewasa ini terlalu banyak mengandalkan pada kemampuan mendengar anak dalam menangkap materi pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak maksimal. Padahal manusia adalah makhluk unik, ia bisa belajar melalui : (1) pendengaran, (2) penglihatan, (3) pengecapan, (4) sentuhan, (5) penciuman, (6) melakukan, (7) hayalan, (8) intuisi, dan (9) perasaan. Semua kemampuan itu harus diberdayakan agar kemampuan-kemampuan itu terlatih sekaligus pembelajaran menjadi lebih efektif. Fleksibilitas metode dan teknik dalam belajar kuantum memungkinkan untuk memberdayakan semua kemampuan itu.

B. Selintas tentang Otak dan Cara Kerjanya

Penelitian tentang otak manusia telah dilakukan ratusan bahkan ribuan tahun tahun yang lalu. Perkembangan penelitian yang sangat pesat tentang otak manusia terjadi pada abad keduapuluh khususnya pada tahun 1990-an. Pembahasan pada tulisan ini tidak akan mengupas tentang perkembangan teori tentang otak manusia dari berbagai penelitian yang dihasilkan, tetapi akan lebih menekankan pada teori tentang otak yang paling mutakhir yaitu teori belahan otak dan pembahasannya pun tidak terlalu rinci, karena tulisan ini bertujuan untuk memberikan memancing peserta untuk menelusuri dan mengkaji lebih dalm tentang otak dan cara kerjanya.

Menurut teori belahan otak atau sering disebut teori otak kanan otak kiri, otak terbagi kedalam dua belahan yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan otak ini terdiri dari cerebralcortex atau neocortex termasuk belahan sistem limbic-nya. Kedua belahan otak ini dihubungkan oleh tiga penghubung yaitu Corpus Colasum, Hippocompal Commissure, dan Anterior Commissure. Belahan otak kiri (left cortex) mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan sedangkan belahan otak kanan (right cortex) mengendalikan bagian tubuh sebelah kiri. Belahan otak kiri berperan dalam kegiatan motorik (motor sequence) sedangkan belahan otak kanan berperan dalam kegiatan berkenaan dengan sonsor-sensor rasa (sensory sequence). Pembagian fungsi berkenaan dengan mental skills untuk memproses dan menyimpan informasi antara belahan otak kanan dengan belahan otak kiri berbeda. Belahan otak kanan berhubungan dengan proses dan penyimpanan informasi tentang gambar, imajinasi, warna, ritme, dan ruang; Dalam kerjanya otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Belahan otak kiri berhubungan dengan bilangan/angka, kata-kata, logika, urutan atau daftar, dan detail atau rincian-rincian. Dalam kerjanya, belahan otak kiri berrsifat logis, sekuensial, linier, dan rasional.

Ada empat karakteristik utama dari otak manusia dalam melaksanakan fungsinya, yaitu: (1) Spesialisasi; ada pembagian fungsi secara khusus dari bagian-bagian otak. Misalnya, batang otak (otak reptil) memiliki spesialisasi fungsi motor sensori, kelangsungan hidup, hadapi atau lawan; Sistem limbic memiliki spesialisai fungsinya dengan perasaan/emosi, berperan aktif dalam memori, bioritmik dan sistem kekebalan; Neocorteks (otak berpikir) memiliki spesialisasi fungsi berpikir intelektual, penalaran, perilaku waras, logika berbahasa, dan kecerdasan tingkat tinggi. (2) Keterkaitan; otak penuh dengan berbagai penghubung (connectors) yaitu serat-serat pada otak. Serat-serat ini berfungsi sebagai pembawa pesan yang digunakan oleh berbagai bagian otak yang berbeda untuk digunakan berkomunikasi antara satu dengan lainnya. (3) Situasional; bagian-bagian otak dengan fungsinya masing-masing bekerja secara situasional sesuai dengan sedang bekerja atau tidaknya bagian otak itu. Misalnya ketika seorang sedang berkhayal maka otak yang berfungsi untuk berkhayal menjalankan fungsinya sedangkan bagian otak lain seperti fungsi berhitung istirahat. (4) Iterasi; yaitu gerak bolak-balik melalui isyarat-isyarat (signal) diantara pusat-pusat spesialisasi pada otak baik pada belahan otak yang sama maupun antar kedua belahan otak.

Agar otak bisa bekerja atau belajar dengan baik, maka otak harus sehat. Kondisi eksternal mempengaruhi kondisi internal otak. Ada empat fungsi dasar otak yang harus difungsinkan dengan benar agar otak sehat, yaitu:

2. Struktur fisik dan lingkungan kimiawinya; otak akan berkerja optimal bila secara fisik sehat dan lingkungan kimiawinya tidak terkontaminasi oleh zat-zat asing seperti alkohol, atau zat-zat adiktif lainnya.

3. Menerima informasi dari waktu ke waktu melalui indra; agar otak bisa bekerja dengan baik maka otak harus difungsikan sebagaimana mestinya dengan cara memperbanyak informasi yang masuk kedalam otak melalui pengamatan indra secara multi-indrawi.

4. Menyimpan informasi masa lalu; Otak menyimpan informasi bukan dalam bentuk baris dan kolom, tetapi dalam bentuk jaringan informasi atau sering disebut peta pikiran. Latihlah otak kita untuk menyimpan informasi-informasi penting yang sudah didapat pada masa lalu dalam bentuk peta pikiran.

5. Mengasosiasikan informasi lama dengan informasi baru; informasi baru hendaknya diasosiasikan dengan informasi lama yang sudah ada sehingga menambah retensi dan informasi menjadi bermakna.

Keempat fungsi dasar itu harus djalankan dengan baik agar otak terlatih. Berbeda dengan barang lain yang mengalami kerusakan atau kerjanya menjadi berkurang apabila sering dipakai, otak justru semakin baik kerjanya apabila sering digunakan. Oleh karena itu, gunakan otak kita untuk belajar sebagaimana fungsinya sebagai pusat belajar.

C. Kegiatan Pembelajaran untuk Mewujudkan Belajar Kuantum

Bagaimana kegiatan pembelajaran seyogyakan dilakukan agar terjadi belajar kuantum? Terkait dengan pertanyaan tersebut, ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran agar efektif atau terjadi belajar kuantum, yaitu:

1. Learning is most effective when it’s fun (Peter Kline).

Ciptakanlah suasana yang menyenangkan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Pecahkan berbagai kendala belajar yang dialami oleh anak didik. Arahkan mereka untuk bertumbuh dan berkembang menjadi dirinya sendiri dan tidak muncul. Tampilkan suasana hati kita sebagai guru yang positif dan raihlah minat siswa. Jangan mengendalikan anak didik tapi jadilah pengasuh yang baik (ingat bagaimana Anda belajar secara kuantum ketika bertumbuh dan berkembang secara mengagumkan pada rentang usia 0 hingga 6 tahun di bawah asuhan orang tua).

2. To learn it, do it (Robert C. Schank)

Jika belajar hanya dengan cara mendengarkan maka konten yang dipelajari akan mudah lupa, jika dengan cara melihat mungkin akan ingat tetapi belum tentu bisa, jika dengan cara melakukan maka seluruh indera kita bekerja secara aktif sehingga akan lama diingat dan pasti bisa. Oleh karena itu, lakukanlah kegiatan belajar itu dengan melibatkan anak secara aktif bukan hanya sekedar fisik tetapi aktif secara mental-emosional. Ciptakanlah alat peraga yang memungkinkan anak bisa bereksplorasi dengan melakukan berbagai hal terkait dengan materi yang diajarkan. Bila perlu dan memungkinkan, bawalah objek sesungguhnya yang dipelajari ke dalam kelas atau bawalah anak didik ke lingkungan yang relevan dengan bahan yang dipelajari.

3. Your brain is like a sleeping giant (Tony Buzan)

Pelajarilah berbagai hasil penelitian mutahir tentang cara kerja otak. Ubahlah pengetahuan kita tentang itu semua ke dalam tindakan kita saat membelajarkan anak. Kembangkanlah kemampuan otak anak secara maksimal melalui pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir analitis, kritis, dan pemecahan masalah. Jangan biarkan otak anak didik kita terbaring terus dalam tidur yang panjang, atau jangan biarkan otak anak bekerja sambil terkantuk-kantuk. Perhatikan agar kemampuan belahan otak kanan dan kiri anak bisa berkembang secara seimbang.

4. The traditional education system is Obsolute (Richard L. Measelle)

Dewasa ini kegiatan pembelajaran lebih cenderung bersifat tertutup dan mutlak. Jika guru bertanya dan siswa menjawab tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka guru akan menyalahkan seolah-olah jawaban yang benar itu mutlak/tertutup dan tidak ada alternatif jawaban lain. Perlu diingat bahwa: “Anak didik tidak pernah salah dalam menjawab pertanyaan, mereka menjawab sesuai dengan persepsinya atas pertanyaan tersebut. Tugas kita adalah mencari pertanyaan yang benar untuk jawaban tersebut.” Ciptakanlah pembelajaran yang terbuka (divergen) agar berkembang kemampuan berpikir kreatif anak.

5. Six main pathways to the brain : we learn by what we see, what we hear, what we taste, what we touch, what we smell, and what we do (Gordon Dryden)

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru cenderung lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga para siswa belajar hanya dengan mengandalkan kemampuan menyerap informasi melaui pendengaran saja, padahal setiap individu memiliki gaya belajar yang berbeda sesuai dengan kemampuan belajar yang menonjol pada dirinya (auditory, visual, dan bodilykinestetics). Lebih parah lagi, secara umum terjadi ketika kita melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan metode ceramah, kita menyampaikan presentasi dan eksplanasi yang cenderung “berbicara kepada siswa” ketimbang “berbicara dengan siswa”. Akibatnya, paling tidak (1) komunikasi menjadi satu arah, (2) siswa pasif menerima informasi dan terkesan seperti tong kosong yang siap diisi dengan berbagai informasi yang mungkin saja tidak sesuai dengan harapannya, (3) pembelajaran menjadi teacher center, (4) potensi intelektual, personal, dan sosial siswa kurang bertumbuh dan berkembang, (5) kurang memacu keterampilan berpikir siswa, (6) kecil kemungkinan terjadi self-discovery learning, dan (7) kepercayaan diri siswa melemah. Semua itu menyebabkan hasil belajar yang dicapainya tidak maksimal. Oleh karena itu, ciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan semua kemampuan belajar siswa berkembang.

6. An idea is a new combination of old elements (Gordon Dryden)

Guru seringkali memaksakan konsep atau materi baru yang diajarkan tanpa mempertimbangkan pengetahuan yang telah dimiliki anak. Padahal manusia belajar dan membangun pengatahuannya atas dasar pengetahuan yang sudah dimilikinya. Lakukanlah pembelajaran dimulai dari apa yang sudah diketahui siswa.

Mencermati beberapa pemikiran cemerlang di atas dan kaitannya dengan penyelenggaran pembelajaran, maka kita yakin bahwa (1) semua anak bisa belajar apapun jika mereka senang melakukannya, (2) bagi anak berbakat (bakat intelektual) belajarnya bisa dipercepat (accelerated learning) jika suasana belajar kondusif untuk terjadinya percepatan belajar, (3) pembelajaran bukan hanya mampu meningkatkan kemampuan atau kecerdasan intelektual anak tetapi juga kecerdasan multiple anak.

Metode pembelajaran yang bagaimanakah yang paling baik untuk terjadinya pembelajaran yang efektif dan efisien? Tentu saja tidak ada metode yang paling baik, karena metode pembelajaran sangat terkait dengan karakteristik materi pelajaran, sarana dan keterampilan guru dalam melaksanakannya. Pada prinsipnya, quantum learning menuntut diselenggarakannya kegiatan pembelajaran yang bersifat multi-method dan multi-threat. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan ke depan disarankan mengunakan metode pembelajaran yang bersifat integratif yang mampu membangkitkan seluruh energi pada diri anak didik untuk belajar, salah satu contoh misalnya pembelajaran kooperatif–kolaboratif.

Bagaimana strategi pembelajaran yang harus kita rancang agar dapat mebangkitkan energi belajar pada diri anak didik? Berikut ini disajikan strategi umum yang pada penerpannnya dapat dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang dihadapi. Strategi yang dimaksud adalah:

1. Kegiatan pra-instruksional

Keberhasilan guru dalam membelajarakan anak didik diawali dari aktivitasnya dalam mengawali kegiatan pembelajaran (kegiatan pra-instruksional). Apabila pada kegiatan pra-instruksional ini, guru mampu membangkitkan energi belajar pada diri anak didik, maka keberhasilannya dalam membelajarkan anak didik sudah di depan mata. Sebaliknya akan gagal jika pada kegiatan awal guru tidak mampu membangkitkan energi belajar tersebut. Oleh karena itu, strategi yang harus disiasati guru pada kegiatan pra-instruksional adalah mengidentifikasi berbagai alternatif aktivitas maupun ungkapan verbal yang cocok dengan usia anak didik yang dihadapi serta relevan dengan bahan pembelajaran yang akan disampaikan, kemudian dikemas dengan apik dan cermat untuk disajikan mengawali proses pembelajaran.

Suatu bentuk aktivitas pra-instruksional itu dakatakan cocok apabila berdasarkan pemikiran rasional maupun pengalaman empirik sebelumnya, aktivitas tersebut teruji dapat membangkitkan energi belajar berupa:

1) Kepercayaan diri anak didik, mereka meyakini bahwa dirinya dapat berhasil menguasai bahan yang akan dipelajarinya “saya pasti bisa”.

2) Meraih minat anak didik, melalui aktivitas dan ungkapan-ungkapan yang disampaikan guru menimbulkan minat dan rasa ingin tahu yang besar pada diri anak didik.

3) Menciptakan AMBAK, mereka juga meyakini bahwa apa yang akan dipelajarinya memberi manfaat bagi dirinya.

4) Mendorong timbulnya motivasi belajar yang tinggi pada diri anak didik.

5) Mengaktifkan mental perancah (scaffolding), apa yang sudah diketahui anak sebelumnya merupakan bahan pengait yang akan menjadi mental perancah guna menguasai bahan pembelajaran baru.

Aktivitas untuk membangkitkan itu semua dapat dilakukan melalui beragam permainan, cerita pengantar diskusi, teka-teki, dan berbagai aktivitas kreatif lainnya. Prinsipnya hindari aktivitas atau ungkapan verbal yang dapat menimbulkan kontra-produktif.

2. Kegiatan Utama

Apabila kegiatan pra-instruksional telah berhasil membangkitkan energi belajar sehingga anak didik siap untuk belajar bahan pembelajaran baru, maka langkah selanjutnya adalah merancang kegiatan inti yang memungkinkan anak belajar dalam suasana yang aman, gembira, menyenangkan (tidak tertekan) namun menantang. Bahan pembelajaran baru yang dimaksud meliputi: (1) pengetahuan (knowledge), (2) keterampilan (skills) baik keterampilan motorik, berpikir, dan berbicara, (3) sikap dan nilai (attitude), serta (4) Pembiasaan bertindak yang didasari oleh integritas kepribadian yang tinggi.

Kegiatan pembelajaran utama pada intinya harus memuat: (1) Penjelasan disertai ilustrasi, analogi, dan metafora yang relevan dengan bahan ajar dan cocok dengan perkembangan intelektual dan emosional anak. Dalam hal ini, usahakan agar terjadi interaksi multi-arah. Artinya jangan sampai terjadi dominasi ada di pihak guru. Lakukanlah teknik “berbicara dengan siswa” bukan “berbicara kepada siswa”. (2) Pemberian contoh dan non-contoh untuk memantapkan pemahaman anak terhadap bahan pembelajaran yang disampaikan. (3) Pemberian latihan yang dapat mengembangkan pemahaman anak terhadap bahan pembelajaran. Mulailah latihan dari hal-hal yang sederhana, dan berilah kesempatan anak yang memiliki potensi lebih pada bidang studi tersebut untuk berlatih lebih banyak. (4) Praktik untuk membiasakan anak menggunakan apa yang sudah dipelajari ke dalam tindakan-tindakan nyata.

Pada praktiknya, guru dituntut untuk melakukan kegiatan utama ini dengan multi-traits, multi-methods, dan multi-games, sehingga melahirkan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk belajar dan mengembangkan seluruh potensinya secara optimal. Guru bisa mengadopsi berbagai permainan dari berbagai media dan memodifikasinya sesuai dengan kebutuhan untuk digunakan sebagai teknik pembelajaran di kelas .

3. Kegiatan Penutup

Kegiatan ini merupakan bagian untuk mengevaluasi keberhasilan guru dalam membelajarkan anak didik dan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Kegiatan penutup ini juga merupakan sarana bagi guru maupun anak didik untuk mendapatkan umpan balik (feedback) dan penetapan tindak lanjut yang harus dilakukan guru untuk memperbaiki kelemahan, kesulitan dan kekurangan anak didik, serta memperbaiki program pembelajarannya.

6. Penutup

Hidup sepenuhnya bukan hasil dari keadaan atau lingkungan, tetapi semata-mata adalah hasil VISI terhadap realita di sekitar kita. Sikap dan Visi mempengaruhi semua segi kehidupan, mengatur semua aksi dan reaksi tanpa kecuali. Dengan kata lain, segala perasaan dan tindakan diatur oleh Visi kita.

Kesanggupan kita mewujudkan Visi, bergantung pada keyakinan akan kemampuan diri sendiri. Keyakinan akan kemampuan diri sendiri bertanggung jawab atas sebagian besar dari keberhasilan dan kegagalan kita dalam mewujudkan Visi. Sanggupkah kita melakukan semua apa yang sudah kita bicarakan? Jawabannya hanya Anda yang tahu, karena ada dalam pikiran Anda.

Saya hanya bisa berpesan, kita adalah “gajah” yang besar dan kuat. Dengan kekuatannya, ia dapat dengan mudah mengangkat beban seberat satu ton. Tapi saat ini, kita adalah “gajah” yang sedang terikat pada sebatang kayu kecil oleh seutas tali yang kecil pula, dan hanya bisa menjerit “I CAN’T …………!!!

Referensi

Anderson, Lorin W. The Effective Teacher: Study Guide and Readings. New York: McGraw-Hill Publishing Company, 1989.

Ballack A. A., H.M. Klienbard, R.T. Hyman, and F.L. Smith. The Language of Classroom. New York: Teachers College Press, 1966.

DePorter Bobbi and Mike Henarcki. Quantum Learning: membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, alih bahasa Alawiyah Abdurrahman. Bandung: Kaifa 2002.

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos, The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns. New Zealand: The Learning Web, 1999

Goleman, Daniel. Emotional Intelligence. London: Bloomsbury, 2000.

Schartz, David J. Berpikir dan Berjiwa Besar: The Magic of Thinking Big, alih bahasa F.X. Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara, 1996.

Sternberg, Robert J. How Practical and Creative Intelligence Ditermine Success in Life: Successfully Intelligence. New York: A Plume Book, 1996.

Tim Broad Base Education, Konsep Pendidikan Bagi Masyarakat Luas: Berorientasi Kecakapan Hidup (Broad Based Education), Buku I (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional ,2001) , p.7.

Contoh Model Pengembangan Kegiatan Belajar

PENGEMBANGAN KREATIVITAS

TUJUAN

Setelah menyelesaikan serangkaian kegiatan pelatihan/pembelajaran pengembangan kreativitas ini, para peserta diharapkan mampu :

1. melakukan perubahan berpikir, bersikap dan berbuat dalam menghadapi masalah dengan paradigma terbuka (divergent).

2. menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang.

3. merancang kegiatan/produk yang inovatif dalam melakukan tugas/pekerjaan sehari-hari.

Waktu yang dibutuhkan :

150 menit

Ringkasan Materi

Kreativitas merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki oleh siapapun. Kreativitas yang dimiliki seseorang dapat menuntun dirinya kedalam pemikiran yang bersifat terbuka (divergent), sehingga mampu menghasilkan berbagai alternatif pemikiran/gagasan yang menarik, mengevaluasi kebaikan dan manfaat dari setiap altenatif tersebut, dan menetapkan implikasi praktis dalam memecahkan berbagai masalah. Kreativitas tidak hanya berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan gagasan-gagasan baru. Kreativitas merupakan suatu proses yang membutuhkan keseimbangan dan aplikasi dari tiga aspek kecerdasan, yaitu: kreatif, analitis, dan praktis. Kombinasi yang seimbang antara ketiga aspek kecerdasan tersebut menghasilkan kreativitas.

Aspek pertama dan sangat penting dari kreativitas adalah kecerdasan kreatif. Kecerdasan kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan gagasan-gagasan segar, orisinal dan menarik. Seorang yang kreatif memiliki kemampuan berpikir sistetis yang baik, mampu melihat keterkaitan (sintesis) yang tidak mampu dilihat oleh orang lain. Kecerdasan kreatif merupakan satu bagian penting dari kreativitas secara umum, tetapi tidak dalam segala hal.

Aspek kedua dari kreativitas adalah kecerdasan analitis, yaitu kemampuan menganalisis dan mengevaluasi gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan membuat keputusan-keputusan. Hampir semua orang memiliki gagasan-gagasan yang baik dan menarik, tetapi orang kreatif selain memiliki gagasan, ia juga memiliki kemampuan menganalisis gagasan-gagasannya sendiri dan mengevaluasi kebaikan dan manfaatnya.

Aspek ketiga dari kreativitas adalah kecerdasan praktis, yaitu kemampuan menterjemahkan teori menjadi praktik dan mengabstraksi gagasan-gagasan menjadi penyelesaian praktis. Kecerdasan praktis mengarahkan pada tindakan praktis dalam menyelesaikan masalah atas dasar analitis kritis dan evaluasi yang mendalam. Jadi seorang yang kreatif mampu mengubah pengetahuan menjadi tindakan.

Metode

1. Penugasan individual

2. Penugasan kelompok

3. Penugasan individual menyelesaikan tes kreativitas yang telah disiapkan.

4. Presentasi pleno merangkum hasil yang dicapai

Bahan yang Diperlukan

Bagi fasilitator

1. Transfaransi gambar gajah (transfaransi 1)

2. Transfaransi Tanda jejak (transfaransi 2)

3. Transfaransi gambar tangram (transfaransi 3)

4. Transfaransi gambar imaginasi (transfaransi 4)

Bagi Peserta

1. Kertas dan spidol

2. Formulir tes kreativitas

3. Gambar gajah, tanda jejak, tangram dan imajinasi

4. Tabel rekapitulasi makna gambar

Pengaturan tempat

1. Tempat duduk disusun dalam bentuk “U”

2. Tempat duduk mudah diubah menjadi kelompok-kelompok untuk kelompok diskusi.

3. Langkah-langkah kegiatan

1. Menjelaskan secara singkat tujuan dan latar belakang topik pelatihan ini. Penjelasan dibantu dengan transfaransi 1.

2. Meminta setiap peserta membuat tanda tangan dengan tangan kiri, kemudian peserta diminta untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :

§ Apa yang dirasakan ketika membuat tanda tangan dengan tangan kiri ?

§ Bagaimana bentuk tanda tangan yang dihasilkan dihasilkan ?

§ Mengapa diminta membuat tanda tangan dengan tangan kiri ?

3. Fasilitator membimbing terbentuknya kesadaran untuk berubah.

4. Peserta diminta untuk membuat kelompok sebanyak 3 kelompok. Tiap kelompok diberi lembar gambar berbeda sesuai dengan jumlah anggota kelompok (tanda jejak, tangram, dan imajinasi), dan tabel rekapitulasi makna gambar. Setiap kelompok diminta untuk berdiskusi dan menyajikan hasil diskusi dalam tabel.

5. Setiap kelompok diminta untuk berkumpul kembali dan masing-masing kelompok diwakili oleh satu orang wakilnya diminta untuk menampilkan hasil diskusinya di depan kelas. Sementara kelompok lain diminta untuk mengomentarinya.

6. Kegiatan di atas bermaksud untuk melatih kemampuan berpikir divergen para peserta. Oleh karena itu, fasilitator harus membimbing diskusi hingga muncul kesadaran untuk memandang masalah dari berbagai sudut pandang.

7. Siapkan format tes kreativitas dan bagikan pada tiap peserta. Secara individual setiap peserta diminta untuk menangapi dan mengisinya.

8. Ambilah kembali hasilnya dan sambil mengamati hasil pekerjaan peserta, beri komentar seperlunya.

4. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari pelatihan ini adalah:

1. Terjadinya perubahan paradigma dalam pikiran, sikap dan tindakan peserta dalam menghadapi masalah.

2. Berkembangnya kemampuan berpikir divergen pada peserta

3. Muncul keinginan yang kuat untuk melakukan inovasi-inovasi dalam bekerja.



* Disampaikan pada Penataran Kependidikan Guru “Sistem dan Evaluasi Pendidikan” di Pesantren Modern Daruul ‘Uluum Lido Bogor, tanggal 15 Juli 2004.

** Dosen Program Pascasarjana dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan.

[1][1] Tim Broad Base Education, Konsep Pendidikan Bagi Masyarakat Luas: Berorientasi Kecakapan Hidup (Broad Based Education), Buku I (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional ,2001) , p.7.

[2][2] Ibid., p. 9

[3][3] Gordon Dryden dan Jeannette Vos, The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns (New Zealand: The Learning Web, 1999), p. 19 – 36.

[4][4] Bobbi DePorter dan Mike Hernachi, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, terjemahan Alwiyah Abdurahman (Bandung: Kaifa, 1992), p. 14.

[5][5] “AMBAK” merupakan singkatan dari “Apa Manfaatnya BAgiKu?”. AMBAK merupakan istilah yang digunakan dalam quantum learning yang diyakini dapat menimbulkan sugesti positif.

[6][6] “AHA” adalah ekspresi emosional ketika seseorang menemukan sesuatu yang dicarinya, memahami atau dapat melakukan dengan baik tentang sesuatu yang dipelajarinya, berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapinya, atau sejenis keberhasilan lainnya.

[7][7] Ibid., loc. cit.

[8][8] Daniel Goleman, Emotional Intelligence (London: Bloomsbury, 2000), p. 140.